BERKABAR.COM - Jaafar, seorang Kepala Desa (Kades) Bukit Batu, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, diadili di Pengadilan Tipikor Pekanbaru atas perkara korupsi dana Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) senilai Rp1,053 miliar.
Selain Jaafar, turut juga diadili dua orang staffnya, Subandi (28) selaku Tata Usaha UED-SP Tri Bukit Batu Laksemana. Kemudian, Andri EWahyudi (32) sebagai Ketua Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) Tri Bukit Batu Laksemana.
Sidang perdana dugaan korupsi ini dipimpin majelis hakim Sarudi SH, Selasa (7/4/20) petang. Sidang dengan agenda mendengarkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Agung Irawan SH dan Doli Novaisal SH.
Dalam dakwaannya diketahui, perbuatan tindak pidana korupsi itu dilakukan terdakwa secara bersama-sama pada tahun 2015 hingga tahun 2018 silam.
Dimana, pada rentang waktu tiga tahun itu, para terdakwa memberikan pinjaman kepada warga dengan menggunakan nama fiktif dan tidak memenuhi persyaratan pengajuan sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 38 Tahun 2014, tentang Petunjuk Teknis Program Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan Kabupaten Bengkalis.
Desa Bukit Batu Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis sebagai salah satu lokasi kegiatan Bantuan Dana Usaha Desa (DUD) pada program pengembangan lembaga Ekonomi Perdesaan Kabupaten Bengkalis. Melalui program tersebut Desa Bukit Batu memperoleh alokasi DUD sebesar Rp1 miliar per tahun, sehingga total selama 5 tahun Rp5 miliar.
Dana tersebut diterima melalui rekening pada Bank Riau Kepri Capem Sei Pakning Nomor 124-20-00590. Kemudian para terdakwa secara bertahap dana itu dipindahkan ke rekening UED-SP Mitra Usaha pada Bank Riau Kepri Capem Sei Pakning Nomor 124-20-00629 untuk dikelola dalam bentuk pemberian pinjaman bergulir kepada masyarakat yang memenuhi syarat (pemanfaat) dalam rangka membantu perekonomian masyarakat.
Dalam periode 1 Januari 2012 sampai dengan 2 Oktober 2019 diketahui Overbooking Dana Usaha Desa (DUD) yang telah digulirkan ke UED-SP Tri Bukit Batu Laksemana Kecamatan Bukit Batu terhitung sejak tanggal 19 Januari 2015 sampai dengan tanggal 27 Desember 2017 sebanyak 23 kali perguliran. Bahkan sudah ditarik tunai pada tanggal perguliran untuk disampaikan kepada pemanfaat senilai Rp9.275.000.000.
"Dari 23 (dua puluh tiga) kali perguliran senilai Rp9.275.000.000 tersebut, oleh terdakwa bersama-sama dengan sengaja memasukkan 43 nama pemanfaat fiktif. Karena tidak memenuhi persyaratan pengajuan seperti proposal tidak diajukan, agunan tidak ada, serta tidak dilaksanakan survei lapangan dan musyawarah desa," jelas Doli.
Terkait nama-nama 43 pemanfaat atau peminjam fiktif itu, para terdakwa membagi-baginya setelah musyawarah terlebih dahulu. Terdakwa Jaafar menggunakan 9 nama peminjam fiktif, Andri menggunakan 20 nama fiktif dan Subandi menggunakan 14 nama fiktif.
Puluhan nama fiktif itu, mendapatkan pinjaman dengan jumlah bervariasi, dengan total Rp1.053.755.000. Oleh ketiga terdakwa, uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi.
Perbuatan para terdakwa itu dijerat dengan Pasal 2 dan pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Selanjutnya, majelis hakim menunda sidang selama sepekan, dengan eksepsi dari terdakwa.
Sumber: riauterkini
Editor: Iwan
Penulis: Redaksi