BERKABAR.COM - Persoalan sengketa lahan antara masyarakat Desa Simangambat Julu dan PT Wenorejo Perdana semakin menemukan titik terang, setelah kehadiran perwakilan Kantor Staf Presiden (KSP) bersama Kepala Forkopimda dan jajaran Pemerintah Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) turun langsung ke lokasi guna melakukan verifikasi lapangan dengan menuju titik koordinat bersama Ketua Kelompok Tani dan masyarakat, pukul 11.00 WIB, Senin (31/09/2024).
Usai melakukan verifikasi lapangan di lima titik koordinat rombongan langsung dijamu tokoh masyarakat setempat dengan makan bersama dilanjutkan dengan rapat terbuka serta tanya jawab terkait lahan yang menjadi obyek sengketa.
Rapat ini dihadiri perwakilan KSP Sahat M Lumban Raja, Sekda Paluta Makmur Harahap, Kapolres diwakili Kabag Op Kompol Abdi Abdullah SH, Danramil Kapten CPL Mahmud Salim Nasution, Camat Paluta Adarlin Harahap, Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Sumut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumut, Kepala Balai Penetapan Kawasan Hutan Wilayah 1 Sumut serta ratusan masyarakat pemilik lahan Desa Simanghambat Julu.
Kepada masyarakat Desa Simanghambat Julu perwakilan KSP Sahat Lumban Raja menjelaskan kehadiran dirinya disini untuk melihat langsung kondisi di lapangan yang menjadi lahan sengketa antara masyarakat atau kelompok tani dengan PT Wenorejo Perdana yang belum terselesaikan bersama instansi terkait.
"Kehadiran Kami disini untuk melihat mendengar langsung kondisi di lapangan bersama instansi pemerintah setempat dan Perwakilan masyarakat," ujar Sahat.
Dikatakan Sahat lagi, selama proses penyelesaian ini pihaknya meminta semua pihak baik masyarakat dan pihak perusahaan untuk bersama bermusyawarah duduk bersama menciptakan kondisi yang kondusif dan
proses hukum menjadi opsi terakhir proses penyelesaian masalah ini.
"Kami minta pihak perusahaan harus win-win solusion, sebab hampir 90 persen lahan seluas 2.800 Hektar di kuasai masyarakat lebih dari 20 tahun walaupun mereka pihak perusahaan mengklaim punya 2 Surat HGU," Ucap Sahat.
Dijelaskan Sahat lagi, Pemerintah akan terus mencari solusi terbaik dalam penyelesaian sengketa lahan ini sesuai peraturan undang-undang yang berlaku di negara ini.
“Kami akan mendorong pihak perusahaan dan masyarakat untuk menemukan jalan tengah agar sengketa ini bisa diselesaikan dan pantauan kami disini akan kami kumpulkan,kami simpulan dan Kami laporkan kepada pimpinan yang akan mengambil keputusan," Pungkas Sahat.
Sedangkan Sekda Paluta, Makmur Harahap,menyatakan Pemerintah Daerah akan menggelar rapat bersama Forkopimda untuk membahas solusi terbaik penyelesaian masalah ini.
“Kami (Pemerintahan Daerah, red) besok Selasa (01/10/2024) akan menggelar rapat untuk mencari jalan solusi terbaik penyelesaian masalah sengketa lahan ini buat semua pihak, dan Kami juga berharap masalah ini segera terselesaikan,” ucap Makmur.
Sementara Kepala Desa Simangambat Julu, Haji Muhammad Nasution, dalam sambutannya memberikan apresiasi kepada Kantor Staf Presiden dan Pemerintah Daerah atas kerja keras dan perhatiannya dalam menyelesaikan masalah sengketa lahan ini,dirinya berharap masalah sengketa ini dapat segera terselesaikan secara adil dan bijaksana.
“Kami disini bersama seluruh masyarakat Desa Simanghambat Julu berharap kepada perwakilan Kantor Staf Presiden dan Pemda Paluta bisa menyelesaikan permasalahan sengketa lahan ini dengan baik dan adil,sebab kami disini sudah 20 Tahun lebih mengelola lahan ini,” harap Haji Muhammad Nasution.
Salah satu Perwakilan masyarakat yang juga Ketua Kelompok Tani Desa Simangambat Julu, Syahrul Ritonga menjelaskan lahan yang disengketakan telah dikelola oleh masyarakat sejak Tahun 1994 lalu hingga saat ini dan sudah mau 20 Tahun Namun anehnya pihak perusahaan mengklaim bahwa lahan tersebut berada dalam kawasan hutan berdasarkan keputusan Pengadilan.
“Kami telah menggarap lahan ini selama 20 tahun lebih. Kok bisa Perusahaan mengklaim lahan ini masuk kawasan hutan berdasarkan keputusan pengadilan dan ini sangat aneh bagi kami,dan saat ini masih dalam proses hukum yang berjalan terkait sengketa ini,” terang Ritonga.
Dikatakan Ritonga lagi, pihak perusahaan sendiri mengacu pada Hak Guna Usaha (HGU) yang mereka miliki sebagai dasar klaim atas lahan tersebut. Namun, masyarakat menegaskan bahwa lahan tersebut adalah sumber penghidupan mereka dan berharap agar ada solusi yang adil dari Pemerintah.
"Tinjauan langsung ke lokasi hari ini yang dilakukan Pemerintah saat di nantikan masyarakat dan masyarakat berharap permasalahan ini dapat diselesaikan melalui musyawarah dan proses hukum yang adil, sengketa ini diharapkan bisa mencapai titik temu yang menguntungkan kedua belah pihak tanpa menimbulkan konflik berkepanjangan," Harap Ritonga.
Dalam tinjauan ini, rombongan memantau 5 titik koordinat di lima dusun mulai dari tanaman sawit yang sudah berumur 20 Tahun dan tanaman sawit replanting,juga terlihat di atas lahan sengketa sudah berdiri pemukiman warga dan fasilitas umum Masjid dan Sekolah Dasar Negeri yang telah beroperasi dan melayani masyarakat setempat, hal ini menambah dimensi baru dalam konflik agraria ini,karena lahan tersebut sudah lama menjadi bagian dari kehidupan warga desa Simanghambat Julu Kabupaten Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara.
Pantauan di lapangan terlihat Spanduk aspirasi masyarakat Simanghambat Julu diantaranya.
"Kami masyarakat taat pajak kalau tanah negara tidak dapat dimiliki rakyatnya, apa gunanya kita merdeka. Tolong Pak erhatikan nasib kami. Kami ingin hidup tenang tidak di ganggu mafia tanah," harpanya.
Pemkab Paluta Gelar Rapat
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Padang Lawas Utara (Paluta) menggelar rapat lanjutan terkait konflik agraria yang melibatkan masyarakat Desa Simangambat Julu dan PT. Wonorejo Perdana.
Rapat yang dilaksanakan di Ruang Rapat Kantor Bupati Paluta pada Selasa (01/10/2024) ini dihadiri sejumlah pihak penting, termasuk Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Kabupaten Paluta Makmur Harahap, ST, MM, Tim Verifikasi Kantor Staf Presiden RI, Forkopimda, dan masyarakat Desa Simangambat Julu.
Pj Sekretaris Daerah Kabupaten Paluta, Makmur Harahap, dalam sambutannya mengingatkan Rapat ini merupakan tindak lanjut dari verifikasi lapangan yang sudah dilakukan sebelumnya, dirinya menegaskan pentingnya rapat koordinasi ini dalam mencari solusi untuk permasalahan sengketa lahan yang telah berlangsung lama.
“Kita berharap rapat ini dapat diikuti dengan baik oleh semua pihak, sehingga solusi terbaik bisa segera ditemukan untuk permasalahan antara masyarakat Desa Simangambat Julu dan PT Wonorejo Perdana,” ucap Makmur Harahap.
Sementara Tim Verifikasi Kantor Staf Presiden RI, Sahat M Lumban Raja dan Imanta Ginting, menegaskan komitmen pemerintah dalam menangani masalah ini dengan serius.
“Rapat ini bertujuan menghimpun informasi dari berbagai pihak, dan informasi tersebut akan dilaporkan kepada pimpinan untuk diambil langkah penyelesaian sesuai hukum yang berlaku,” jelas Sahat.
Dalam Rapat ini, Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Sumut menyampaikan hasil verifikasi lapangan yang menunjukkan bahwa dari 12 titik koordinat yang diperiksa, semuanya berada di dalam kawasan hutan. BPKH juga menegaskan bahwa tidak ada izin pinjam pakai hutan untuk lahan tersebut.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan menambahkan bahwa lokasi sengketa masuk ke dalam areal pencadangan hutan sosial, yang berarti masyarakat bisa mengajukan lahan tersebut untuk dikelola sebagai hutan sosial.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengonfirmasi bahwa Hak Guna Usaha (HGU) PT Wonorejo Perdana seluas 2.857,5 hektare diterbitkan pada tahun 1997 dan akan berakhir pada tahun 2029. HGU tersebut mencakup dua titik lahan di Dusun Aek Nadenggan dan Barak Masyarakat.
Masyarakat Desa Simangambat Julu yang hadir dalam rapat tersebut berkomitmen untuk segera menyerahkan data dan dokumen pendukung terkait sengketa ini. Mereka juga menyatakan bahwa mereka memiliki data dari kementerian yang menunjukkan bahwa objek sengketa tersebut telah dilepas atau diputihkan dari status kawasan hutan.
“Kami memohon agar pihak terkait dapat membantu mewujudkan keinginan masyarakat untuk menjadikan lahan tersebut sebagai kawasan hutan sosial,” ucap salah satu perwakilan masyarakat.
Di pihak lain, PT Wonorejo Perdana menyatakan bahwa sejak tahun 1997 mereka sudah mengelola lahan tersebut sesuai dengan HGU, namun sempat mengalami kendala akibat krisis moneter.
Perusahaan kembali aktif mengelola lahan sejak tahun 2011, dan menyampaikan bahwa dari 800 titik koordinat yang diserahkan, hanya 200 yang berada di dalam HGU, sementara sekitar 1.200 hektare lainnya berada di luar HGU.
Rapat lanjutan ini diharapkan dapat membuka ruang diskusi lebih lanjut untuk menemukan solusi adil yang menguntungkan semua pihak terkait. Pemerintah melalui Kantor Staf Presiden dan kementerian/lembaga terkait berjanji akan terus memantau dan menangani kasus ini hingga tercapai penyelesaian yang sesuai dengan hukum yang berlaku.
Penulis: Redaksi
Editor: Ekas